Terdapat banyak bukti tentang Api Penyucian di dalam Kitab Suci Alkitab. Bukti tersebut dapat ditemukan di 1 Korintus bab 3 ayat 15. Marilah mengamati bukti Kitab Suci atas Api Penyucian. Terjemahan yang digunakan di sini adalah Terjemahan Baru (1974) – terjemahan Protestan di Indonesia.

1 KORINTUS 3:15 ADALAH BUKTI TAK TERSANGGAHKAN UNTUK API PENYUCIAN

1 Korintus 3:11-15 – “Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.”

Mari melihat bagian terakhir dari ayat ini sekali lagi. Di dalam 1 Korintus 3 :15 kita melihat : "Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api." Maka di sini terdapat seseorang yang pekerjaannya telah dihakimi. Pekerjaannya, memang, terbakar, dan ia menderita kerugian; tetapi ia diselamatkan, seperti dari dalam api. Ia menderita kerugian, tetapi ia diselamatkan oleh api.

APAKAH ARTI DARI “MENDERITA KERUGIAN” DI DALAM AYAT INI?

Kata Yunani untuk “menderita kerugian” adalah zemiothesetai. Kata ini berasal dari kata Yunani zemioo.  Bentuk dari kata ini yang diterjemahkan sebagai “menderita kerugian” di dalam 1 Kor 3:15 ditemukan di ayat-ayat Kitab Suci yang lain. Kata ini berarti hukuman. Di dalam Keluaran 21:22, Mazmur 17:26, Mazmur 19:19 dan di ayat-ayat lain, kata Yunani zemioo ini digunakan untuk merujuk kepada hukuman. Hal ini berarti bahwa zemiothesetai, kata yang diterjemahkan sebagai menderita kerugian di dalam 1 Kor 3 :15, dapat berarti hukuman.

Maka, manusia yang menderita kerugian dan diselamatkan oleh api dapat berarti seorang manusia yang dihukum dan diselamatkan oleh api.

Tidakkah hal ini terdengar persis seperti Api Penyucian? Ya, hal ini terdengar persis seperti Api Penyucian karena ayat ini memang merujuk kepada Api Penyucian. Tetapi, terdapat lebih banyak hal di samping konteks ini yang menunjukkan poin tersebut. Siapakah manusia ini, dan mengapa ia menderita kerugian atau hukuman dan diselamatkan oleh api?

KONTEKS DARI 1 KOR. 3 MERUJUK KEPADA ORANG-ORANG KRISTIANI DAN DOSA-DOSA ATAU PEKERJAAN YANG BURUK TERTENTU

Konteks dari 1 Korintus 3 berkenaan dengan anggota dari Gereja Kristus; yaitu para umat Kristiani di Korintus. 1 Korintus 3:3 menceritakan kita bahwa beberapa umat Kristiani Korintus jatuh ke dalam ketidaksempurnaan dalam dosa dan pelanggaran terhadap Allah. Beberapa pekerjaan buruk atau dosa tersebut diidentifikasikan di 1 Korintus 3:3 sebagai perselisihan, perpecahan, dan iri hati.

1 Korintus 3:3- “…sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?”

Maka, konteks dari 1 Korintus 3 berkenaan dengan berbagai pekerjaan para umat; beberapa darinya tidak baik. Berbagai pekerjaan (baik dan buruk) ini digambarkan dalam 1 Korintus 3:12.

1 Korintus 3:12-13- “Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu.”

Terdapat pekerjaan yang baik, yang disebut sebagai: emas, perak dan batu permata. Hal ini adalah kepatuhan yang lebih baik atau sempurna kepada Injil Kristus. Lalu ada pekerjaan lain yang tidak begitu baik. Pekerjaan yang tidak baik ini atau dosa-dosa ini termasuk pertikaian yang tidak diperlukan, perselisihan, iri hati, dan perpecahan (seperti yang disebutkan di atas). Hal-hal ini digambarkan sebagai: kayu, rumput kering atau jerami. Hal-hal ini adalah pekerjaan yang terbakar di dalam 1 Kor. 3:15, yaitu pekerjaan atas mana seorang manusia akan menderita kerugian atau hukuman; tetapi ia diselamatkan, oleh api.

Konteks ini sangatlah bertepatan dengan ajaran Katolik tentang Api Penyucian. Konsili Katolik Lyon II menjelaskan Api Penyucian sebagai berikut:

Paus Gregorius X, Konsili Lyon II, 1274: “Sebab jika mereka mati dan benar-benar bertobat dalam kasih sebelum menyelesaikan perbuatan lewat penitensi untuk dosa-dosa lewat perbuatan dan kelalaian, jiwa mereka akan dimurnikan setelah kematian untuk hukuman pemurnian atau penyucian….” (Denzinger 464)

Api Penyucian bukan untuk mereka yang mati dalam dosa berat. Orang-orang yang mati dalam dosa berat masuk Neraka, seperti yang dijelaskan di dalam Galatia 5:19-21, 1 Kor 6:9, dan Efesus 5:5-8. Api Penyucian adalah untuk mereka yang menganut iman sejati yang telah diampuni untuk dosa-dosa mereka, tetapi belum melakukan penyelesaian untuk dosa-dosa yang mereka telah lakukan (dijelaskan lebih lanjut di bawah).

Di Konsili Lyon II (1274), Paus Gregorius X menjelaskan tentang Api Penyucian.

Maka, di 1 Korintus 3:12, kayu, rumput kering dan jerami (yang terbakar) merujuk kepada pekerjaan manusia yang telah mati di dalam keadaan pembenaran atau telah diampuni dari segala dosa berat yang ia mungkin telah lakukan. Maka, ia akhirnya akan diselamatkan, tetapi ia belum melakukan penyelesaian untuk dosa-dosa yang ia lakukan setelah pembaptisan.

KASUS DAUD ADALAH CONTOH YANG TEPAT UNTUK SEORANG MANUSIA YANG TELAH DIAMPUNI DARI DOSANYA, TETAPI YANG BELUM MELAKUKAN PENYELESAIAN YANG PENUH UNTUKNYA

Sebuah contoh yang sangat baik untuk seorang lelaki yang telah diampuni untuk dosanya yang berat, tetapi belum melakukan penyelesaian untuknya, ditemukan dalam kasus Daud. Pada 2 Samuel 11 (2 Raja-raja 11 di dalam Alkitab Katolik Douay-Rheims), kita membaca bahwa Raja Daud melakukan perbuatan zina dengan Batsyeba. Daud juga menyuruh agar suami Batsyeba dibunuh. Hal-hal ini adalah dosa berat. Seandainya Daud meninggal di dalam keadaan tersebut {dalam dosa berat}, ia akan masuk Neraka. 1 Kor 6:9 menunjukkan bahwa tidak ada seseorang yang berbuat zina dan tidak ada pembunuh yang dapat masuk Surga. Tetapi kenyataannya Daud bertobat dari dosanya sewaktu dituduh akan hal tersebut oleh Natan pada 2 Samuel 12.

2 Samuel 12:13 – “Lalu berkatalah Daud kepada Natan : "Aku sudah berdosa kepada Tuhan.” Dan Natan berkata kepada Daud: ”Tuhan telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati.

Tuhan menjauhkan dosa Daud, dan Natan berkata bahwa ia tidak akan mati. Hal ini berarti bahwa ia tidak akan mati selamanya. Kesalahan dari dosa tersebut telah diampuni sebab Daud benar-benar bertobat dan menjauh darinya, tetapi apakah itu adalah akhir dari hal tersebut? Tidak, penyelesaian yang penuh atas dosa berat ini belumlah dilakukan. Kita membaca di 2 Samuel 12:14-15 bahwa Daud harus menderita kehilangan seorang anak untuk menyelesaikan dosanya – sebuah dosa yang telah diampuni.

2 Samuel 12:14-15- “…karena engkau dengan perbuatan ini telah sangat menista Tuhan, pastilah anak yang lahir bagimu itu akan mati. Kemudian pergilah Natan ke rumahnya. Dan Tuhan menulahi anak yang dilahirkan bekas isteri Uria bagi Daud, sehingga sakit.”

Nabi Natan berkata bahwa Allah telah menjauhkan dosa Daud daripadanya. Walaupun demikian, Daud tetap harus menanggung hukuman atas dosanya.

Hal ini memberikan bukti yang tidak dapat disanggah bahwa kesalahan untuk sebuah dosa dari seorang umat dapat diampuni tanpa hukumannya dihapuskan. Konsili Trente mengatakan tentang hal tersebut:

Paus Yulius III, Konsili Trente, tentang Sakramen Pengampunan Dosa, Sesi 14, Bab 8, 25 Nov. 1551- "…sungguhlah salah dan berlawanan terhadap sabda Allah bahwa kesalahan [sebuah dosa] tidak akan pernah diampuni tanpa seluruh hukumannya juga dihapuskan. Contoh-contoh yang jelas dan beragam tentang hal ini ditemukan di dalam Tulisan Suci [misal. Kej 3:16 f; Bil 12:14; Bil 20:11; 2 Raj 12:13 f; dsb]” (Denzinger 904)

Di dalam kutipan dari Konsili Trente ini, kita dapat melihat rujukan kepada berbagai tempat di dalam Kitab Suci di mana dosa telah diampuni tanpa seluruh hukumannya dihapuskan. Contoh dari Bilangan 20 haruslah dikutip.

Bilangan 20:11-12- “Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum. Tetapi Tuhan berfirman kepada Musa dan Harun: “Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak membawa Jemaah ini masuk ke negeri yang Kuberikan kepada mereka.

Sewaktu Musa, dalam kepatuhannya kepada perintah Allah, memukul batu untuk membawa mukjizat yang mengeluarkan air, terdapat keraguan di dalam aksinya atau di dalam cara ia dan Harun menunjukkannya kepada orang-orang Israel. Sebuah komentar Katolik menjelaskannya: “Kesalahan dari Musa dan Harun, dalam hal ini, adalah kurangnya kepercayaan dan lemahnya iman; bukan meragukan kekuatan atau kebenaran Allah; melainkan kekhawatiran akan ketidakpantasan dari bangsa Israel yang suka melawan dan tidak percaya; dan lewat mana, mereka berbicara dengan kurang jelas” (Komentar Alkitab Douay-Rheims).

Akibat kesalahannya Musa dihukum untuk tidak memasuki tanah terjanji.

Akibatnya, Allah berkata kepada Musa dan Harun bahwa mereka tidak akan membawa bangsa Israel ke dalam tanah terjanji. Ini adalah hukuman mereka, walaupun mereka tetap berada di dalam kasih Allah. Hukuman ini terpenuhi. Yosua dan Kaleb-lah yang memimpin bangsa Israel ke dalam tanah terjanji.

TIADA HAL YANG TIDAK MURNI YANG DAPAT MASUK SURGA

Penyelesaian semacam ini untuk hukuman tertinggal dari dosa-dosa yang telah diampuni sering dilakukan di Bumi lewat perbuatan-perbuatan baik dan doa, lewat penderitaan dan pencobaan, dan lewat kepatuhan yang lebih sempurna kepada iman sejati. Jika penyelesaian ini tidak dilakukan di Bumi, hal tersebut akan dan harus dilakukan di dalam Api Penyucian – jika manusia tersebut mati dalam keadaan rahmat (state of grace) atau pembenaran. Penyelesaian tersebut harus dilakukan sebab Kitab Wahyu menjelaskan bahwa hal-hal yang tidak murni tidak akan masuk Surga.

Wahyu 21:27- “Tetapi tidak akan masuk ke dalamnya sesuatu yang najis, atau orang yang melakukan kekejian atau dusta, tetapi hanya mereka yang namanya tertulis di dalam kitab kehidupan Anak Domba itu.”

Kita melihat hal yang sama di dalam Kitab Ibrani

Ibrani 12:14- “Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan, tidak seorangpun akan melihat Tuhan.”

Harus ditekankan bahwa Api Penyucian bukanlah untuk orang-orang yang mati dalam dosa berat atau di luar iman sejati. Api Penyucian hanyalah untuk mereka yang mati dalam keadaan rahmat, yang juga dikenal sebagai justifikasi. Api Penyucian adalah untuk mereka yang mati dalam keadaan rahmat, tetapi belum menyelesaikan hukuman temporal mereka untuk dosa-dosa berat atau ringan yang telah diampuni, yang dilakukan setelah pembaptisan.

KITAB SUCI MENGAJARKAN BAHWA TERDAPAT DOSA BERAT DAN DOSA RINGAN

Dosa berat menghancurkan keadaan pembenaran. Hal ini adalah sebab Galatia 5:19:21, 1 Kor 6:9, dan Efesus 5:5-8 mengajarkan bahwa mereka yang melakukan dosa-dosa berat kehilangan “warisan mereka” di dalam Surga (pembenaran). Contoh-contoh dari dosa-dosa berat adalah percabulan, pembunuhan, kemabukkan, kebohongan, kecurangan, pencurian, pemalsuan, perampokan, masturbasi, melihat pornografi, setuju secara penuh untuk berpikir cabul, homoseksualitas, bidah, penyembahan berhala, melanggar perintah-perintah Allah, dsb. Jika seseorang mati di dalam keadaan dosa berat, ia akan terkutuk. 1 Yohanes 5:16-17 membedakan antara dosa-dosa yang menuntun manusia kepada kematian dan dosa-dosa yang tidak menuntun manusia kepada kematian.

1 Yohanes 5:16-17 “Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa. Semua kejahatan adalah dosa, tetapi ada dosa yang tidak mendatangkan maut.”

Di dalam hati nurani mereka, orang-orang tahu bahwa terdapat perbedaan besar antara pembunuhan dan hal-hal seperti kemarahan tanpa alasan atau ketidaksabaran. Tentunya, pembunuhan adalah dosa berat, tetapi kemarahan tanpa alasan atau ketidaksabaran adalah dosa ringan (terdapat kemarahan yang diperbolehkan).

Dosa-dosa ringan (yaitu pelanggaran yang lebih ringan terhadap Allah) melemahkan jiwa, dan membuatnya lebih lemah kepada dosa berat. Dosa-dosa berat menghancurkan keadaan pembenaran dan menempatkan seseorang dalam keadaan terkutuk. Hal ini adalah mengapa setelah ayat yang membuktikan adanya Api Penyucian (1 Kor 3:15), kita membaca hal ini:

1 Korintus 3:17- “Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah yang kudus dan bait Allah itu ialah kamu.”

Hal ini berbicara tentang mereka yang mati dalam keadaan dosa berat: tidak diselamatkan. Mereka akan tersesat. Dosa berat hanya dapat diampuni lewat pengakuan dosa kepada imam yang sah, seperti dibuktikan lewat Yohanes 20 :23. Hal ini juga dapat diampuni lewat penyesalan sempurna dengan maksud untuk pergi ke Sakramen Pengakuan Dosa.

1 Korintus 3:17 sangatlah penting di dalam diskusi ini. Hal ini menunjukkan bahwa konteks dari 1 Kor. 3 bersangkutan dengan dosa. Hal ini sangat penting. Jika 1 Kor. 3:15 memang merujuk kepada seorang manusia yang menderita kerugian (hukuman) untuk dosa-dosanya dan diselamatkan oleh api (seperti kenyataanya), maka tidak diragukan lagi bahwa hal ini merujuk kepada Api Penyucian.

Dengan mengaku dosa kepada imam yang ditahbiskan secara valid, seseorang dapat diampuni dosanya.

Dalam usaha untuk menghindari kesimpulan tersebut, beberapa orang non-Katolik yang menolak Api Penyucian mengedepankan bahwa konteks 1 Kor. 3 tidak bersangkutan dengan dosa, tetapi hanyalah dengan perbuatan yang tidak baik. Mereka membedakan (dengan salah) antara dosa dan perbuatan buruk, bagaikan terdapat dua kelompok yang berbeda. Mereka berkata bahwa terdapat perbuatan buruk yang bukan dosa. Tetapi usaha ini gagal sama sekali dalam konteks 1 Kor 3:17 (di atas). 1 Kor. 3:17 menunjukkan bahwa konteksnya membahas dosa yang beberapa pelakunya dibinasakan (dikutuk). Di samping itu, Perjanjian Baru tidak mengajarkan bahwa terdapat perbedaan antara dosa dan perbuatan buruk.

Semua ini menetapkan bahwa dosa-dosa yang lebih ringan atau pemuasan atau ketidaksempurnaan yang masih tertinggal untuk beberapa orang dan terbakar di 1 Kor. 3:15 memang adalah hukuman untuk dosa di dalam Api Penyucian.

BUKTI-BUKTI TIDAK LANGSUNG LAIN UNTUK API PENYUCIAN
MATIUS 5:25 DAN MATIUS 12:32

Bukti-bukti tidak langsung lain untuk Api Penyucian terdapat di dalam bagian lain di Perjanjian Baru. Perumpamaan dari Yesus berikut adalah salah satu contohnya.

Matius 5:25-26- “Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.”

Kita melihat bahwa Yesus menceritakan sebuah perumpamaan seorang manusia yang, akibat kesalahan-kesalahannya, dijebloskan ke dalam penjara sampai ia melunaskan atau membayar sampai lunas utangnya. Hal ini sangat mirip dengan Api Penyucian.

Matius 12:32 juga sangat relevan dengan masalah ini:

Matius 12:32- “Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak.”

Mengapa Yesus berkata bahwa dosa menentang Roh Kudus tidak akan diampuni di dalam dunia ini maupun di dunia yang akan datang? Seorang bapa Gereja, di antaranya Paus St. Gregorius Agung mengerti bahwa kata-kata Yesus ini menunjukkan bahwa beberapa dosa akan diampuni atau dipuaskan di dalam dunia yang akan datang: di dalam Api Penyucian.

Paus St. Gregorius Agung, Dialogues {Dialog} (4,40), 593 Masehi- “Semua orang akan dihadapkan di dalam pengadilan sebagaimana keadaannya sewaktu ia meninggalkan hidup ini. Bagaimanapun, harus dipercayai bahwa terdapat, untuk kesalahan-kesalahan yang lebih ringan, sebuah api penyucian sebelum pengadilan ini, berkaitan dengan fakta bahwa sang Kebenaran [Yesus] berkata bahwa jika seseorang menghujat Roh Kudus, hal tersebut tidak akan dimaafkan di dalam dunia ini ataupun di dalam dunia yang akan datang [Matius 12:32]. Di dalam pernyataan ini, kita diajarkan untuk mengerti bahwa beberapa kesalahan dapat diampuni di dalam dunia ini dan beberapa kesalahan akan diampuni dalam dunia yang akan datang. Karena jika sesuatu tidak diberikan kepada seseorang, secara logis hal tersebut diberikan kepada beberapa orang lain. Tetapi, seperti yang saya telah bicarakan sebelumnya, hal ini harus dipercayai sebagai hal yang mungkin untuk dosa-dosa yang lebih ringan. (Jurgens, The Faith of the Early Fathers {Iman Bapa-Bapa Gereja Perdana}, Vol. 3:2321)

YOHANES 15:2 DAN 1 PETRUS 1:7:
ALLAH MENGGUNAKAN API DAN DISIPLIN UNTUK MEMURNIKAN ANAK-ANAKNYA -
HAL INI MERUJUK KEPADA API PENYUCIAN

Kitab Suci juga mengajarkan bahwa Allah menggunakan api dan disiplin untuk membentuk dan memurnikan anak-anak-Nya.

Yohanes 15:2- “Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.”

1 Petrus 1:6-7- “Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu --yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api --sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.”

Yesus mendisiplinkan anak-anak-Nya, agar mereka menjadi lebih semurna dan beroleh buah yang lebih banyak. Jika ini tidak dilakukan untuk pemuasan di dalam Bumi, hal ini harus dilakukan di dalam Api Penyucian.

TETAPI BUKANKAH PENDERITAAN YESUS DI KAYU SALIB MENEBUS SEGALA HAL?

Beberapa orang non-Katolik tidak suka berpikir bahwa derita Yesus Kristus dan kematian-Nya menebus semuanya, termasuk hukuman untuk seluruh dosa-dosa di masa depan. Tidak ada untuk mereka ketakutan akan sesuatu yang menyerupai Api Penyucian, kata mereka, karena Yesus Kristus membayar semua harganya. Hal ini adalah argumen yang salah akibat berbagai alasan.

Pertama-tama, hal ini dibuktikan salah oleh Kolose 1:24.

Kolose 1:24- “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.”

Beberapa orang yang kurang akrab dengan ayat ini mungkin terkejut. Paulus berkata bahwa ia menggenapkan, untuk jemaat, hal-hal yang kurang di dalam penderitaan Kristus. Penderitaan Kristus adalah sempurna dan tidak ternilai; lalu apa arti ayat ini?

Apa yang St. Paulus maksudkan adalah bahwa terdapat banyak penderitaan yang masih perlu dikerjakan dan diperlukan bagi anggota Gereja {jemaat} untuk mencapai keselamatan, yang semuanya dimungkinkan oleh pengorbanan Kristus. Ayat ini membuktikan bahwa pengorbanan Kristus tidak menghilangkan semua kekhawatiran akan terdapatnya hukuman yang akan datang akan dosa-dosa seseorang. Jika begitu jadinya Paulus tidak akan pernah berkata di dalam penderitaan-penderitaannya, ia menggenapkan apa yang kurang dari penderitaan Kristus untuk jemaat; tidakpun Yesus akan berbicara tentang hukuman akan dosa-dosa, sesuatu yang Ia katakan berulang kali. Ayat ini, Kolose 1:24, juga membuktikan doktrin Katolik tentang persekutuan para kudus, dan dampak dari doa pengantaraan dan pengorbanan.

Kedua, argumen Protestan di atas dibantah oleh hal berikut: jika benar bahwa pengorbanan Yesus melunaskan segala hal, maka semua orang tidak perlu untuk percaya ataupun perlu melakukan sesuatu untuk diselamatkan. Pengorbanan Yesus telah melunaskan semua harganya. Bahkan jika orang-orang non-Katolik yang berargumentasi bahwa Yesus telah melunaskan semua mengakui bahwa tidak semua manusia diselamatkan. Mereka mengakui bahwa orang-orang harus melakukan sesuatu untuk diselamatkan. Dengan pengakuan ini, mereka menentang diri mereka sendiri dan menghancurkan argumen mereka bahwa penderitaan Kristus membereskan semua.

Ketiga, argumen ini berdasarkan sebuah kesalahpahaman besar akan Penebusan Dosa oleh Kristus. Apakah arti dari derita dan wafat Yesus Kristus? Yesus menebus dunia dan menghancurkan dosa-dosa manusia, seperti yang dijelaskan oleh Konsili Katolik Florence.

Paus Eugenius IV, Konsili Florence, “Cantate Domino” 1441, ex cathedra: “Gereja Katolik Roma yang Kudus percaya, mengakui, dan mengajarkan dengan teguh bahwa tidak ada seorang pun yang lahir dari pria dan wanita pernah dibebaskan dari kekuasaan Setan, kecuali lewat manfaat dari sang pengantara antara Allah dan manusia, yaitu Tuhan kita Yesus Kristus; Ia yang dilahirkan tanpa dosa, telah dilahirkan dan mati, LEWAT KEMATIANNYA SENDIRI MENGALAHKAN MUSUH DARI UMAT MANUSIA DENGAN MENGHANCURKAN DOSA-DOSA KITAdan membuka pintu masuk Kerajaan Surga, yang manusia pertama telah hilangkan bersama keturunan-keturunannya...”

Hal ini berarti bahwa setiap dosa yang telah diampuni telah diampuni oleh Yesus Kristus, dan secara spesifik, oleh manfaat dari derita-Nya dan wafat-Nya. Pengampunan ini hanya diberikan kepada mereka yang mengikuti-Nya dan melakukan apa yang Ia perintahkan supaya kita lakukan, yang memungkinkan mereka untuk beroleh manfaat dari Penebusan Dosa oleh-Nya. Hal ini tidak berarti Allah tidak akan menghukum manusia untuk dosa-dosa mereka di masa depan. Hal ini bukan berarti bahwa hukuman untuk semua dosa-dosa seluruh dunia telah dihapuskan.

PERJANJIAN LAMA (YANG SEJATI) MEMBUKTIKAN API PENYUCIAN – 2 MAKABE 12:46

Terdapat bukti lain untuk Api Penyucian. Hal ini berasal dari Kitab Kedua Makabe. Beberapa orang non-Katolik langsung berpikir bahwa kitab ini tidak ada di dalam Kitab Suci saya. Memang benar bahwa Kitab Makabe tidak terdapat di dalam Kitab Suci Protestan. Kitab-kitab ini tidak ada di dalam Kitab Suci Protestan karena Martin Luther, orang Protestan pertama, menyingkirkan kitab-kitab ini sewaktu ia memisahkan dirinya sendiri dari Gereja Katolik. Ia juga menambahkan kata “hanya” di Roma 3:28 dan mengkritik banyak kitab-kitab lain yang tersisa di dalam Kitab Suci Protestan, seperti kitab Yakobus.

Secara keseluruhan, Kitab Suci Protestan kehilangan tujuh kitab di Perjanjian Lama. Kitab-kitab ini disingkirkan karena mereka berisikan hal-hal yang diajarkan iman Katolik dan ditolak Protestantisme. Walaupun mereka adalah bagian dari kanon atau kumpulan Kitab Suci sejak masa Gereja perdana, Kitab Suci Protestan menolaknya. Fakta bahwa kitab-kitab tersebut yang ditolak oleh orang-orang Protestan (seperti Kitab Makabe) adalah bagian sejati dari Kitab Suci dapat dibuktikan dari Kitab Suci sendiri.

SEPTUAGINTA

Terdapat sesuatu yang bernama Septuaginta. Septuaginta adalah terjemahan bahasa Yunani yang terkenal dari Perjanjian Lama yang dibuat oleh tujuh puluh pelajar beberapa abad sebelum kelahiran Yesus Kristus. Anda dapat membaca banyak tentang Septuaginta di internet. Terjemahan Perjanjian Lama yang terkenal dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani mengandung tujuh kitab yang ditolak oleh orang-orang Protestan. Nah, ini adalah bagian yang menarik. Terdapat sekitar 350 kutipan Perjanjian Lama yang terdapat di dalam Perjanjian Baru yang telah diberikan kepada kita. Sekitar 300 kutipan tersebut adalah dari versi Septuaginta Perjanjian Lama. Dalam kata lain, Perjanjian Lama, yang bahkan orang Protestan punyai, mengutip versi Perjanjian Lama yang menerima kitab Katolik di dalam Kitab Suci. Hal ini berarti bahwa para penulis Perjanjian Baru menerima menerima versi Septuaginta dan oleh karena itu, mereka menerima ketujuh kitab yang para Protestan tolak. Tetapi ada lagi. Di dalam Ibrani 11:35 dari Kitab Suci Protestan dan Katolik, kita melihat sebuah rujukan kepada sebuah kejadian yang hanya ditulis di dalam Kitab Kedua Makabe bab 7.

Ibrani 11:35- “Ibu-ibu telah menerima kembali orang-orangnya yang telah mati, sebab dibangkitkan. Tetapi orang-orang lain membiarkan dirinya disiksa dan tidak mau menerima pembebasan, supaya mereka beroleh kebangkitan yang lebih baik.”

Rujukan ini ditemukan hanya di satu tempat di dalam Kitab Suci, yaitu di dalam 2 Makabe 7, yang menceritakan kisah tentang seorang ibu dan ketujuh anaknya. Ibu ini dan ketujuh anaknya menolak dibebaskan dari penyiksaan agar mereka dapat menerima kebangkitan dengan orang-orang benar. Maka, di dalam Ibrani 11:35, St. Paulus membuat sebuah rujukan kepada Kitab Kedua Makabe. Hal ini membuktikan bahwa 2 Makabe, yang tidak dipunyai oleh Kitab Suci Protestan, adalah bagian sejati dari Perjanjian Lama. 2 Makabe bab 12 jelas-jelas mengajarkan untuk berdoa bagi orang yang telah mati, oleh karena itu, mereka yang berada di Api Penyucian.

2 Makabe 12:46- “Dari sebab itu maka disuruhnyalah mengadakan korban penebus salah untuk semua orang yang sudah mati itu, supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka.”

Ayat ini mengajarkan tentang Api Penyucian. Ayat ini berkata bahwa doa untuk orang yang telah mati agar mereka dapat dibebaskan dari dosa-dosa mereka adalah sebuah hal yang suci. Maka, Kitab Suci mengajarkan bahwa terdapat tempat setelah kematian di mana beberapa orang beriman yang telah diselamatkan sedang ditahan, di mana mereka dapat dibantu dengan doa. Hal ini berhubungan dengan ajaran 1 Korintus 3:15 yang kita telah lihat bahwa beberapa orang diselamatkan sewaktu mereka menderita kerugian (hukuman) lewat api. Tempat tersebut adalah Api Penyucian, dan ayat ini jelas-jelas membuktikannya. Inilah mengapa kitab ini disingkirkan dari Kitab Suci oleh mereka yang ingin menciptakan versi baru dari Kristianisme – suatu hal yang tidak sesuai dengan Tradisi ataupun ajaran Kitab Suci.

Kitab Makabe yang berisikan doa untuk orang yang telah meninggal dicabut dari Kitab Suci Protestan karena kepercayaan ini tidak sesuai dengan kepercayaan sesat Protestan, walaupun sesungguhnya kepercayaan di dalam Kitab Makabe tersebut dikutip oleh Kitab Ibrani di Perjanjian Baru.

BAPA-BAPA GEREJA PERCAYA AKAN API PENYUCIAN DAN DOA-DOA UNTUK ORANG MATI

Di samping seluruh bukti alkitabiah ini, Api Penyucian dibuktikan dengan fakta bahwa bapa-bapa Gereja Kristiani percaya akan hal tersebut dan akan doa untuk orang-orang mati. St. Agustinus adalah seorang bapa Gereja yang terkenal. St. Agustinus dipandang tinggi oleh umat-umat Katolik, dan secara umum oleh orang-orang non-Katolik yang mengaku diri Kristen. Ia percaya akan Api Penyucian.

St. Agustinus dari Hippo, Sermons {Khotbah}, 411 Masehi- “...tidak diragukan bahwa orang-orang mati diberikan pertolongan, agar Tuhan bersedia memberi mereka belas kasihan yang lebih besar dari {ganjaran} yang dosa-dosa mereka berhak dapatkan. Seluruh Gereja melakukan praktik ini yang diteruskan turun temurun oleh Bapa-bapa Gereja: bahwa ia berdoa untuk mereka yang telah mati di dalam persekutuan Tubuh dan Darah Kristus...” (William Jurgens, The Faith of the Early Fathers {Iman Bapa-Bapa Gereja Perdana}, Vol. 3:1516)

Perhatikan bahwa St. Agustinus berkata bahwa seluruh Gereja Kristiani berdoa untuk para orang beriman yang telah meninggal: untuk mereka yang mati dalam persekutuan yang baik dengan Gereja sejati.

St. Agustinus, Faith, Hope and Love {Iman, Harapan dan Kasih}, 421 Masehi- “Bahwa seharusnya terdapat semacam api bahkan setelah hidup ini tidaklah mengejutkan, dan hal ini dapat dicari lebih lanjut dan dapat ditemukan atau tersembunyi, sekalipun beberapa orang beriman dapat diselamatkan, beberapa orang lain dengan lebih lama dan yang lain lebih cepat di dalam derajat yang lebih besar atau lebih ringan di dalam mana mereka mencintai hal-hal baik yang telah binasa – lewat sebuah api penyucian.” (William Jurgens, The Faith of the Early Fathers {Iman Bapa-Bapa Gereja Perdana}, Vol. 3:1920)

St. Agustinus, Faith, Hope and Love {Iman, Harapan dan Kasih}, 421 Masehi- “Tidak pun dapat disangkal bahwa jiwa-jiwa orang yang telah mati mendapatkan kelegaan lewat kesalehan teman-teman dan saudara-saudara mereka yang masih hidup, sewaktu Pengorbanan sang Perantara dipanjatkan untuk mereka, atau sewaktu sedekah diberikan di dalam Gereja.” (William Jurgens, The Faith of the Early Fathers {Iman Bapa-Bapa Gereja Perdana}, Vol. 3:1930)

Banyak bapa-bapa lain yang dapat kami kutip, tetapi berikut beberapa yang lain:

St. Gregorius dari Nyssa, Sermon on the Dead {Khotbah tentang Orang Mati}, 383 Masehi- “[seorang pria]... menemukan bahwa ia tidak dapat mengambil bagian dengan Allah sampai ia telah dimurnikan dari ketidaksucian yang kotor di dalam jiwanya oleh api yang menyucikan.

Tertulianus, On Monogamy {Tentang Monogami}, 213 Masehi- “Seorang wanita, setelah kematian suaminya, ia berdoa untuk jiwanya dan memohon agar ia bisa, selagi menunggu, mendapatkan istirahat; dan bahwa ia dapat ambil bagian dalam kebangkitan pertama. Dan setiap tahun, setiap ulang tahun kematiannya, ia mempersembahkan kurbannya.”

Hal ini membuktikan bahwa bahkan pada abad ke-3, praktik Gereja adalah untuk mendoakan orang-orang beriman yang telah meninggal: mereka yang telah mati dalam iman sejati dan dengan jelas bebas dari dosa berat.

St. Sirilus dari Yerusalem, Catechetical Lectures {Kuliah Katekesis}, 350 Masehi- “Lalu kami juga menyebutkan mereka yang telah tertidur... karena kami percaya bahwa sangatlah bermanfaat untuk jiwa-jiwa untuk siapa kami memanjatkan doa kami...”

St. Yohanes Krisostomus, Homilies on 1 Corinthians {Homili tentang 1 Korintus}, 392 Masehi- “Marilah membantu dan mengingat mereka. Jika anak-anak Ayub disucikan lewat kurban ayahnya (Ayub 1:5), mengapa kita meragukan bahwa persembahan kita untuk orang-orang mati akan membawakan mereka penghiburan? Janganlah kita ragu untuk membantu mereka yang telah mati dan untuk memanjatkan doa-doa untuk mereka.

Kita bisa melihat bahwa Api Penyucian diajarkan di dalam Kitab Suci dan dipercayai oleh orang-orang Kristiani pertama.

Para Bapa Gereja, termasuk St. Gregorius dari Nyssa; Tertulianus; St. Sirilus dari Yerusalem; dan St. Yohanes Krisostomus, percaya akan api penyucian dan doa untuk orang-orang yang telah meninggal. Sebabnya, mereka adalah orang Kristiani (Katolik) dan bukan Protestan.

Mengapa orang-orang Kristiani pertama percaya akan Api Penyucian dan doa untuk orang-orang mati? Tentunya ini bukan karena ini adalah doktrin buatan manusia, tetapi karena mereka melihat dengan jelas bahwa hal tersebut diajarkan di dalam Kitab Suci dan merupakan bagian dari Tradisi yang diterima dari para Rasul.